menemukan-Mu dalam bait-bait diriku

Senin, 14 Desember 2015

Ekstase Realita

Aku hampir ekstase dan mengundurkan diri dari dunia ini, namun lambat laun aku mengerti apa yang sebenarnya dihadapi oleh ayah, ibu, beberapa saudara, paman dan bibi dalam kehidupan ini. Mereka mempertahankan diri untuk dapat melangsungkan kehidupan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan prioritas utama yakni anaknya. Bukan berarti mereka tidak ingin bebas, keadaan yang membuatnya demikian. Pernah, tangis bibi kudengar disudut pintu rs, melihat saudara sepupuku(anaknya) yang berulangkali kumat atas penyakit kronisnya. Kau tau dimana posisi kita? Kita hanya melihat, mengibakan, mendoakan dengan keadaan yang semacam ini. Kau tau bagaimana bapernya kita untuk menengok sedikit barangkali kita akan berfikir bahwa segala perjuangan yang sedang kita laksanakan tidak menuntut untuk kegagalan, tidak menuntut untuk berhenti, hanya saja cara mendidik manusia masa kini yang terbaik yakni lewat penderitaan. Karena seringkali penderitaan menusuk relung kalbu, sehingga pada kemudian hari hal ihwalnya akan lebih berhati-hati. Kembali, disudut pintu rs, bibi terisak dan berkata : apa salah keluargaku hingga aku diuji demikian? Jika aku yang bersalah, dengan cara apa bisa menebusnya? Biar aku yang menanggung beban tersebut, dibanding anak kecil yang belum tahu apa-apa, namun sulit berbuat apa-apa. Wan, kau yang lebih tahu dariku, apa yang bisa kulakukan untuknya? Sambil airmata itu mengalir membasahi pipi bibiku. Aku seperti terkena sengatan, di jantung yang berdebar demikian heboh, aku sendiri pun makhluk hina yang berdiri di depanmu bi, barang sedikitpun ku tak tahu rahasia-Nya. Tanganku sudah bergetar, mataku tak lagi bisa melihat dengan pasti sekelilingnya, yang kulihat sekarang bibi sedang meratapi kehidupannya. 
Share:

0 komentar:

Blogger templates